Label

Rabu, 18 Januari 2012

maulid nabi Muhammad


Bagaimana hukumnya memperingati Maulid Nabi Muhammad saw?
Rubric konsultasi ini diasuh oleh Bp. KH. Hendri Sutopo. Beliau adalah salah satu pengurus yayasan Kodama yogyakarta
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Pak kyai yang terhormat, peringatan mauled nabi Mubammad saw sekarang ini masih menjadi perdebatan diantara kaum muslimin. Ada yang menolaknya, ada juga yang menerimanya. Keadaan seperti ini membuat kalangan masyarkat merasa bingung dan bertanya-tanya, sebenarnya hokum mauled nabi nabi itu seperti apa? Mohon penjelasannya, terima kasih.!
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Mubarok, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga
Wa’alaikumsalam Wr. Wb
Terimakash atas pertanyaannya. Masalah mauled Nabi Muhammad saw, memang masih menjadi perbedaan pendapat yang sampai sekarang belum ditemuka titik temunya. Baik yang menerima atau pun yang menolak sama-sama memiliki dasar pegangan yang dianggap benar.
Bagi yang menolak, biasanya menggunakan dasar surat al-Maidah ayat 3 yang artinya Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Dalam ayat ini terdapat kalimat “sempurnakan”, dimana sebagian kaum muslimin mengartikannya sempurna dalam segala hal yang berkaitan dengan agama, termasuk hal ibadah dan peringatan hari-hari besar islam.
Peringatan mauled nabi, memang tidak pernah dilakukan oleh nabi sendiri, maupun sahabat-sahabat nabi, sehingga peringatan mauled nabi dianggap menambah-nambahi peribadahan dalam islam. Namun, bagi kaum muslimin yang membolehkan peringatan mauled nabi, tidaklah demikian halnya, ungkapan “sempurna” dalam ayat diatas bukanlah kesempurnaan dalam hal segalanya, namun sempurna dalam hal dasar-dasar penerapan agama. Logikanya, jika memang agama itu sudah sempurna dalam segala hal, berarti tidak lagi di butuhkan si’ar agama islam, karena dakwah nabi di Mekah dan Madinah sudah dianggap sempurna dan final.
Salah seorang imam besar Jalaludin al-Suyuthi dalam salah satu kitab karangannya, al-Haawii li al-Fataawi juz I hal 251-252 (dalam buku Fiqh teradisional, karangan KH. Muhyiddin Abdusshomad) menjelaskan “ada sebuah pertanyaan tentang perayaan mauled nabi saw pada bulan robiul awal, bagaiman hukumnya menurut syara’. Apakah terpuji atau tercela dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala atau tidak? Beliau menjawab “jawabannya menurut saya asal perayaan mauled nabi saw, yaitu manusia bekumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan nabi saw sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat nabi saw, menamppakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran nabi Muhammad saw yang mulia”
Berdasarkan penjelasan Jalaludi Suyuthi di atas, mauled nabi bukanlah termasuk bid’ah dholalah yang dapat melunturkan iman, namun termasuk bid’ah hasanah yang dapat menambah rasa cinta kepada Nabi saw dan Alloh SWT.  Amalan-amalan yang dilakukan dalam peringatan mauled nabi, juga merupakan amalan hasanah yang tidak mengandung unsure pelanggaran syara’.
Demikian sedikit penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.
Wallohu a’lam bisshowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar