Label

Kamis, 19 Januari 2012

agent of change

MAHASISWA SEBAGAI “AGENT OF CHANGE”

“seribu orang tua hanya bisa bermimpi, tapi seorang pemuda (mahasiswa) dapat merubah dunia”( Ir. Soekarno).

Pemuda yang memiliki modal pendidikan mumpuni, selayaknya mampu menjalankn fungsi sesuai dengan kemampuannya yang luas dan luar biasa. Mahasiswa merupakan Agent yang di persiapkan untuk menanggung beban tanggung jawab reformasi perubahan.

Agent Of Change yang selalu di sandang oleh mahasiswa, merupakan suatu bentuk penghormatan sekaligus beban yang harus di pikul dengan sesadar-sadarnya oleh mahasiswa. Menurut Ernest Mandel mahasiswa memiliki kewajiban menerjemahkan pengetahuan teoretis, yang mereka peroleh di universitas, ke dalam kritik-kritik yang radikal terhadap keadaan masyarakat sekarang dan tentunya relevan dengan mayoritas penduduk.

Karakter Mahasiswa sangat berbeda dengan karakter yang di miliki oleh siswa sekolah SMA ke bawah. Jika siswa di beri kewajiban untuk belajar dengan tekun dalam ruang kelas yang telah di tentukan, serta dengan penuh khidmat di wajibkan mematuhi peraturan yang ada di sekolah, maka mahasiswa di beri kewajiban untuk belajar dalam ruang lingkup yang lebih luas.

Kewajiban mahasiswa tidak hanya terbatas rajin membaca buku, serta rajin menghafal berbagai teori maupun rumus matematik. Namun mahasiswa juga diwajibkan untuk mencermati, menganalisis, memberikan gagasan, serta mentransformasikan gagasannya dalam gerakan-gerakan riil yang menopang kepentingan masyarakat secara luas.

Gerakan Mahasiswa Indonesia Periode Orde Lama-Orde Baru

Dalam rentetan sejarah bangsa Indonesia khususnya pasca proklamasi, mahasiswa memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam mengisi kemerdekaan yang demokratik. Di saat pemerintah Orde Lama pada waktu itu, lebih banyak berkonsentrasi dalam ranah politik praktis, dan tidak mampu lagi mengakomodir kepentingan rakyat, maka mahasiswa berinisiatif untuk mengambil alih fungsi legislatif lewat gerakan protes di jalan. Sejak saat itu lah gerakan mahasiswa lebih di kenal dengan istilah “ GERAKAN PARLEMEN JALANAN”.

Mahasiswa angkatan 66 mampu menumbangkan rezim orde lama. pada mulanya, mahasiswa angkatan 66 dapat berperan sebagai ujung tombak perubahan. Namun dalam perkembangan selanjutnya, mahasiswa justru terbuai dalam eufhoria kemenangannya. Mereka lupa bahwa posisi mereka, adalah sebagai media kontrol atas perubahan, dan bukan hanya sekedar penumbang rezim.

Imbasnya, pasca jatuhnya rezim orde lama, Soeharto dengan rezim orde barunya kembali berkuasa dengan sikap yang sangat otoriter dan melupakan tuntutan mahasiswa untuk menciptaka iklim yang demokratik dan berpihak kepada rakyat. Pemerintahan rezim Soeharto yang pada mulanya di harapkan mampu memberikan perubahan yang memihak kepada rakyat, tetapi malah berpaling dan bertindak dengan tang besi, tak kenal kompromi terhadap kebijakan yang di buatnya.

Mahasiswa yang selalu bersikap aktif mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat, lambat laun di lemahkan dengan berbagai kebijakan. Pada tanggal 15 januari 1974 terjadi malapetaka MALARI, yaitu pembredelan belasa media massa yang aktif mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah, padahal independensi media merupakan sarana yang sangat urgen bagi jalannya perubahan.

Kemudian, pada tahun 1978 Soeharto mengeluarkan SK pangkopkamtib dengan nomor : SKP-02/KOKAM/I/1978 untuk membubarkan dewan mahasiswa (DEMA) di seluruh kampus Indonesia. Selanjutnya di perkuat dengan SK Mendikbud No.0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK).

Berbagai kebijakan pemerintahan Soeharto semakin melemahkan gerakan-gerakan mahasiswa. Perkumpulan-perkumpulan mahasiswa yang selama ini menjadi satu-satunya sarana gerakan Andalan mahasiswa, akhirnya di bekukan. Sehingga pada waktu itu mahasiswa mencari inisiatif lain dengan cara bergabung dengan organisasi-organisasi yang tidak memiliki ikatan struktur pemerintah, seperti LSM-LSM, perkumpulan di jalan-jalan kota, maupun gerakan-gerakan pembasisan riil di desa-desa.

Mahasiswa telah membuktikan karakter pribadinya sebagai agent perubahan yang mampu menyesuaikan diri dengan berbagai tantangan. Bahkan, para mahasiswa menemukan gaya gerakan baru yang cukup efektif untuk membuat perubahan. Dewan mahasiswa (intra kampus) yang dulu menjadi poros pergerakan mahasiswa, dapat tergantikan oleh organisasi-organisasi ekstra kampus yang tidak terikat dengan struktur pemerintah.

Gerakan mahasiswa dengan gaya baru ini terus berkembang, sehingga membuat rezim orde baru merasa khawatir terhadap perkembangan yang sedang terjadi. Akhirnya pada tahun 1990, Soeharto mengeluarkan SK Mendikbud No. 457/U/1990 yang berisi tentang pembentukan senat mahasiswa perguruan tinggi. Pada mulanya, pembentukan senat mahasiswa ini bertujuan untuk mengendalikan gerakan-gerakan mahasiswa yang semakin mengancam otoritas pemerintah orde baru. Namun dalam perkembangannya, baik organisasi intra kampus maupun organisasi ekstra kampus, sama-sama bahu membahu memperjuangkan arus reformasi dan berfungsi sebagai penggerak bagi perubahan bangsa.

Gerakan mahasiswa akhirnya berhasil menumbangkan rezim orde baru pada tahun 1998 setelah melalui lika-liku yang sangat panjang. Berbagai tindakan penindasa dan intimidasi terhadap gerakan mahasiswa terjadi di akhir-akhir kekuasaan orde baru dan menewaskan beberapa aktivis pergerakan. Peristiwa berdarah itu seperti : Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung dan lain sebagainya.

Harapan Terhadap Gerakan Mahasiswa saat ini

Secara kuantitas, jumlah mahasiswa sekarang jauh lebih baik dibandingkan dengan periode orde lama-orde baru-awal reformasi. Kemajuan pendidikan terlihat sangat signifikan, dari tahun ke tahun ditandai dengan bertambahnya jumlah mahasiswa yang ada di seluruh universitas Indonesia. kemajuan ini, seharusnya dapat menjadi kekuatan yang lebih besar dalam mengawal sekaligus mengontrol gerakan perubahan bangsa Indonesia.

Namun, di tengah-tengah kemajuan jumlah mahasiswa ini, gerakan mahasiswa semakin terpinggirkan oleh berbagai kepentingan yang berusaha menjauhkan mahasiswa dari berbagai kegiatan reformis. Ruang gerak mahasiswa di persempit oleh berbagai macam kebijakan yang melemahkan aktivitas gerakan mahasiswa. Sehingga, lambat laun kehidupan mahasiswa semakin mengerucut di ruang perkuliahan saja. Mahasiswa di paksa menjadi orang-orang akademis yang tunduk terhadap aturan-aturan perkuliahan.

Akibatnya, daya dobrak mahasiswa sebagai Agent Of Change semakin mengendur dan kehilangan taringnya. Perubahan yang dahulu menjadi inspirasi bagi gerakan mahasiswa, sekarang di ganti dengan dinamika nilai yang menuntut kepasifan mahasiswa dalam dunia pergerakan.

Mahasiswa memiliki tugas rumah yang cukup berat untuk memulihkan keadaan ini. Semoga mahasiswa sekarang, mahasiswa baru, dan calon-calon mahasiswa masa depan mampu memulihkan kesolidan untuk menatap masa depan. Mahasiswa sebagai Agent Of Change masih menjadi harapan masyarakat untuk menciptakan perubahan yang lebih baik dan lebih baik.

Ahmad Mubarok

Penulis adalah aktivis pergerakan mahasiswa

Universitas Islan Negeri Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar