Label

Kamis, 19 Januari 2012

konsep pendidikan dalam kacamat al-Ghozali

KONSEP PENDIDIKAN MENURUT IMAM GHOZALI

Oleh : Ahmad Mubarok

Imam Ghozali adalah seorang ulama besar islam yang telah banyak memberi kontribusi terhadap perkembangan agama islam. Nama asli beliau adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi, Abu Hamid Al Ghazali (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/323 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/191). Dan beliau Dilahirkan pada tahun 450 H disebuah kota bernama Thusi.

Perjalanan hidup yang berliku, membuat Ghozali memiliki wawasan yang sangat luas khususnya dibidang filsafat dan tasawuf. Beliau mencoba menggabungkan antara ilmu filsafat ddan ilmu tasawuf, dimana kedua ilmu ini memiliki karakteristik yang berbeda. Pemikiran-pemikran beliau secara umum dapat kita lihat dalam karya-karyanya seperti ihya ulumuddin, At Ta’liqat, At Tahafut, dll.

Pendidikan menurut Ghozali

Dalam pendidikan, Ghozali berpendapat bahwa pendidikan harus mencakup beberapa aspek, hal ini mengingat manusia dilahirkan tidak hanya dituntut oleh satu kebutuhan, tetapi dituntut berbagaimacam kebutuhan. Untuk membekali manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, maka diperlukan suatu pendidikan yang baik.

Yang pertama, adalah pendidikan ketuhanan dan keimanan. Hal ini sangat penting karena posisi manusia sebagai makhluk yang secara psikis ingin selalu bergantung kepada Kholiknya. Iman sendiri, menurut Ghozali adalah membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan,dan mengamalkannya dengan perbuatan. Ketiga unsur iman ini saling berkaitan dalam membentuk iman yang sempurna.

Kemudian, beliau menganjurkan agar pendidikan keimanan mengenai aqidah harus diberikan kepada anak sejak dia masih dini supaya dia menghafal, memahami, beriktiqat, mempercayai, kemudian membenarkan sehingga keimanan pada anak akan hadir secara sedikit-demi sedikit hingga sempurna, kokoh dan menjadi fundamen dalam berbagai aspek kehidupannya dan bisa mempengaruhi segala perilakunya mulai pola pikir, pola sikap, polabertindak, dan pandangan hidupnya.

Yang kedua, adalah pendidikan akhlak. Akhlak ibarat (sifat atau keadaan ) dari perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa dari padanya tumbuh perbuatan- perbuatan dengan wajar dan mudah tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan. Dari pengertian ini, maka pembentukan akhlak memiliki dua syarat, yaitu : Perbuatan itu harus konstan, yaitu harus dilakukan berulang kali atau kontinyu dalam bentuk yang sama sehingga dapat menjadi kebiasaan, dan Perbuatan konstan itu harus tumbuh dengan mudah sebagai wujud reflektif dari jiwanya.

Pendidikan akhlak ini, bertumpu pada dasar yang menyebutkan bahwa nabi Muhammad saw diutus kedunia ini untuk menyempurnakan akhlak. Kemudian dalam konteks pendidikan di Indonesia, pendidikan akhlak diperdalam sehingga menciptakan pendidikan karakter. Pada dasarnya, karakter manusia adalah anak cabang dari ruang lingkup akhlak.

Yang ketiga, pendidikan aqliyah atau pendidikan yang lebih menekankan penggunaan akal. Al-ghazali menjelaskan Akal adalah sebagai sumber ilmu pengetahuan, tempat terbit dan sendi-sendinya. Pendidikan akal berguna bagi kemajuan dan kemakmuran umat manusia, selain itu, karena akal pula manusia diberi kepercayaan oleh Alloh untuk menjadi khalifah di muka bumi ini.

Manusia diberi karunia akal untuk menjalankan misi yang sangat berat, yaitu mengatur segala sesuatu yang ada di bumi ini, agar dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran semua makhluk. Disamping itu, pemanfaatan alam juga harus didasari dengan pengetahuan yang memadai agar tidak terjadi kerusakan. Oleh karena itu, pendidikan akal merupakan suatu keharusan bagi manusia sekaligus sebagai bentuk pertanggung jawaban dan rasa syukur atas karunia akal ini.

Dan yang keempat, pendidikan sosial. Ghozali memberiakan petunjuk kepada orang tua dan para guru agar anak, dalam pergaulan memiliki sikap dan sifat yang mulia dan etika pergulan yang baik, sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

Selain itu, manusia dilahirkan sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia tidak akan mampu untuk hidup tanpa campur tangan orang lain. Kebutuhan-kebutuhan sosial, mendorong manusia untuk menciptakan etika yang berfungsi sebagai pelindung hak-hak individu dan hak-hak sosial. Untuk memahami itu, manusia membutuhkan peran pendidikan sosial.

Sesungguhnya, konsep pendidikan yang ditawarkan imam Ghozali telah menjawab permasalahan-permasalahan kehidupan. Namun dalam mengaplikasikan keempat konsep itu, membutuhkan pemahaman yang mendalam akan essensi keempat konsep ini. Selain itu, konsep pendidikan Ghozali ini baru sebatas ruh atau jiwa pendidikan, yang masih membutuhkan kontekstualisasi kedalam proses pendidikan.

Ahmad Mubarok

Penulis adalah aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

Fakultas Tarbiyan dan Keguruan

UIN Sunan Kalijaga



Tidak ada komentar:

Posting Komentar